KAIFIAT MUJADALAH
RESUME

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Kaifiat Mujadalah


Oleh;
Dindin Sehabudin Ahmad
Ateng Mulyadi
Ami Anshari


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011


BAB I
Dasar-dasar kaifiyat mujadalah
Pengertian kaifiyat mujadalah
            Kaifiyat mujadalah merupakan gabungan dari dua kata, kaifiyat yang berarti hal, peri, sifat, tata cara, akidah, atau teknik. Adapun mujadalah menurut semantik, yang secara leksikal berarti keras atau kuat.
            Menurut bahasa, kaifiyat mujadalah berarti teknik yang kuat dalam mempertahankan argumentasi, tau biasa disebut debat.
Objek kajian dari kaifiyat mujadalah adalah setiap ilmu yang memiliki objeck material, yaitu manusia dalam kegiatan berfikirnya, bahkan lebih khusus lagi metode berfikir manusia. dan objeck foramal. Sampai disini kaifiyat mujadalah memiliki kesempurnaan dengan logika, logika scientifik dan ilmu mantik.
Kaifiyat mujadalah berguna sebagai:
  1. sarana pencarian kebenaran
  2. sarana pengujian kebenaran
  3. sarana mempertahankan kebenaran
  4. sarana 'amar ma'ruf nahyi munkar
Adapun dalam  lingkup praktis, kaifiyat mujadalah dapat berguna sebagai:
  1. sarana pengakuan kualitas seseorang
  2. cermin kebebasan akademik
  3. cermin masyarakat demokratis
kaifiyat mujadalah juga berhubungan dengan ilmu mantik dan juga ilmu yang memiliki bobot praktik uji argumentasi serta aktivitas yang yang memiliki bobot proses pengujian sebuah gagasan, konsep, atau argumentsi..
Kaifiyat mujadalah telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Ujadlah dipakai untuk mengukur tingkat keilmuan seseorang. Dalam realitas sejarah kaifiyat mujadalah memiliki dua sisi, yaitu pertama, merupakan adopsi dari non-muslim yang mewarisi ini dari yunani . pandangan ini di secara kuat diyakini oleh para orientalis yang telah melakukan penelitian dibidang ini. Kedua, mujadalah merupakan praktik asli prodak tradisi islam. Menurut pandangan ini kaum muslim tidak perlu belajar debat dari orang lain. Ini dapat didukung dengan menelusuri akar mujadalah dalam Al-Qur'an. . Ibnu Khaldun (w. 808 H) mencatat bahwa setelah popularitas pada masa-masa sebelumnya, ia menyatakan bahwa pada zamannya seni dan teknik mujadalah dalam tlulisan-tulisan yang berkaitan dengannya telah mengalami kemunduran besar.
Kegiatan mujadalah mendapat kritik dari Al-Ghazali. Merutnya mujadalah pada masa itu dipandang kaku dengan aturan-aturan yang telah ditetapakn oleh beberapa ilmuan. Mujadalah pun dapat menimbulkan kericuhan yang terkadang berakhir dengan kekerasan.  Unsur persaingan dalam mujadalah secara mudah beralih menjadi keributan emosional, lebih-lebih karena mujadalah biasanya dilakukan secara publik. Dua aspek inilah yang menjadi sarana Al-Ghazali untuk mengkritik mujadalah. Menurut pengamatannya, praktik mujadalah telah menyimpang dari apa yang seharusnya. Fumgsinya sebagai saran pencarian kebenaran hampir tenggelam oleh tujuan-tujuan tertentu, yang tidak religius dan bahkan tidak ilmiah.
Nama-nama lain dari kaifiyat mujadalah:
1.      Munajaah atau berdialog, prosesnya berbentuk perbincangan untuk memecahkan masalah.
2.      muhawarah, berdiskusi atau berdialog. Yagn dilator belakangi dengan ketidak tahuan atau keraguan, kebimbangan, dan kebungungan. Bentuk ini cenderung lebih efekti dalam memecahkan masralah.
3.      Mughalabah, lebih spesifik untuk mengalahkan, mengatasi atau menguasai (dengan cara memaksa)
4.      Mudzakarah, bias melibatkan lebih dari dua pihak
5.      Al-Batsi, lebih cenderung kepada aspek penelitian, pengkajian dan pembahasan.
6.      Al-Mira, lebih cenderung penekanan tukar pikiran
7.      mujadalah, mengakumulasi semua cirri dari atas
Mujadalah tidak selamanya berindikasi baik, ukuran penilaiannya, selain syari'at islam secara umum, juga yang lebih umumnya ialah maslah mursalah. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
"Tidak ada yang yang memperdebatkan tetang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang kafir, karena itulah jangan engau terkecoh dengan berbagai aktifitas mereka di negri-negri"
Syekh Bakar Abu Zaid menerangkan sesungguhnya Allah yang maha suci menerangkan dalam Al-Qur'an jenis-jenis mujadalah yang jelek dan tercela, yaitu:
  1. Bermujadalah dengan kebatilan untuk meruntuhkan kebenaran
  2. Bermujadalah dalam setelah jelas tentangnya.
  3. Bermujadalah tentang apa yang diketahui tentang apa yang tidak diketahui oleh pihak yang bermujadalah
Kajian problematika kaifiyat mujadalah, yang tingkatannya meliputi:
  1. Kajian terhadap konsep kata
  2. Kajian terhadap kalimat
  3. Kajian teradap kekokohan argumentasi
Selain itu ditambahkan dengan langkah pengujian meliputim
  1. Menuntut penjelasan
  2. Membatalkan penjelasan
  3. Mengajukan alternative penjelasan
Selanjutnya diperluas dengan adanya kode etik yang mencakup:
  1. Spiritual Quotient
  2. Intelegence Quotien
  3. Emosional Quotien
  4. Tecnikal Quotien
Akhirnya semua kekayaan konsepsi mujadalah tersebut di aplikasikannya dalam berbagai pilihan;
  1. Diskusi dengan berbagai jenisnya
  2. Debat
  3. Polemik
  4.  
BAB II
KONSEPSI MUJADALAH
TA'RIF: Membangun Landasn Argumentsi
Secara bahasa ta'rif berasal dari bahasa 'Arab yang berarti proses memakanai, sedangkan dalam bahasa latin definition. Kata dasarnya finis berarti batas atau memberi batasan. Keduanya disebut kaul syarih
Adapun secara istilah ta'rif dimaknai sebagai suatu pembatasan atau penjelasan pada suatu pengertian.
Para ahli logika (Mamantiqol) merumuskan definisi sebagai sesuatu yang apabila diketahui, ia akan mengakibatkan diketahuinya sesuatu tersebut atau sesuatu itu dapat dibedakan dari yang lainnya.
Adapun jenis ta'rif:
  1. Ta'rif lafdzi:
    1. Ta'rif setara
    2. Ta'rif lebih khusus
    3. Ta'rif dengan kata yang lebih umum
  2. Ta'rif hakiki, nau', jinis, fashl, khos, arodham
Aturan dalam Ta'rif
  1. Aturan ta'rif lafdzi:
  1. Tidak menggunakan kata-kata yang tidak dikenal
  2. Tidak menggunakan kata-kata yang diri sendirinya pun tidak mengetahui
  3. Susnan kata harus rapih dan dapat dipahami oeleh kedua pihak yang bermujadalah
2.      Aturan ta'rif hakiki:
a.       Ta'rif harus lengkap dan utuh
b.      Ta'rif harus membatasi
c.       Ta'rif harus sesuai dengan objeck ta'rif yang dikhususkan
d.      Ta'rif harus lebih terang dari yang di ta'rif
e.       Ta'rif tidak terjadi daur
f.       Ta'rif tidak menggunakan kata-kata majaz
g.      Ta'rif tidak menggunakan kata-kata mustarak
h.      Ta'rif tidak menggunakan kata-kata asing
i.        Ta'rif tidak menggunakan kata-kata negative
j.        Ta'rif tidak menggunakan kata-kata tidak memenuhi kaidah bahasa
Sesuatu yang tidak dapat di ta'rifkan:
  1. Kata yang tidak genera atau jinisnya
  2. Kata yang sulit pembedanya (di definisinya)
  3. Kata yang tidak bisa ditemukan pembedanya
  4. Terma khusus dan nama unik, karena memiliki sifat kesendirian yang tidak terbatas
Mujadalah dalam ta'rif
  1. Man'u terhadap ta'rif
  2. Naqdhu terhadap ta'rif
  3. Mu'aradah terhadap ta'rif


BAB III
Konsepsi Mujadalah
TAQSIM: Mempertajam Analisis dan Memperkokoh Argument
Hubungn Taqsim dengan Mujadalah
            Bermujadalah ibarat hubungan pohon dengan angin pohon itu adalah pertanyaannya dan angina adalah kritikan atau sangkalan. Semakin dalam pohon itu menghujamkan akarnya kedalam tanah semakin kuatlah pohon itu dari terpaan angin sehingga tidak mudah tercabut.
            Demikian juga hanya dengan pertanyaan peserta mujadalah semakin banyak yia menyampaikan pernyataan tanpa kedalaman argumennya, semakin mudahlah ia tercabut oleh terpaan sanggahan atau kritikan sa'il.
Kegunaan Taqsim
            Jika seseorang melakukan taqsim terhadap sesuatu yang dikenalnya amat dimungkinkan mendapatkan beberapa kegunaan:
  1. Menambahkan sistematika pertanyaan
  2. Menambahkan jelas pandangan mengenai sesuatu (kully) sampai bagian-bagiannya
  3. Meningkatkan pengetahuan tentang objek yang dikajinnya
  4. Menambahkan kecermatan bagiannya
  5. Memperkokoh gagasan atau argumentasinya
Pengertian Taqsim
Taqsim berasal dari bahasa 'Arab, "qasama" yang berarti memilah atau membagi. Sedangkan klasifikasi berasar dari bahasa Inggris Class, yang berarti pengelompokan.
Dengan demikian, inti taqsim adalah penentuan jenis permasalahan dan penentuan jenis pebedaan.
Jenis-jenis Taqsim:
1.      Taqsim Esensial
2.      Taqsim Asidental
Aturan Pembuatan Taqsim
Dalam operasionalnya, suatu taqsim harus memnuhi aturan sebagai berikut:
1.      Taqsi didasarkan atas suatu dasar tertentu
2.      Taqsim harus lengkap atau utuh
3.      Taqsim membatasi
4.      Taqsim harus berdasarkan suatu perspektif yang sama sehingga tidak tumpang tindih
5.      Taqsim harus menampilkan tabayun (harus jelas perbedaannya satu dengan yang lain)
6.      Harus jelas persamaannya
Mujadalah dalam Taqsim
1.      Mujadalam taqsim karena tidak lengkap
2.      Mujadalah taqsim karena tidak membatasi
3.      mujadalah taqsim karena tidak jelas
4.      Mujadalah tentang taqsim aksidental
Taqsim dan Pengembangnanya
            Zainal Abidin menyatakan bahwa ilmu pengetahuan manusia bergerak pada posisi "menyumur"  artinya permukaan kajiannya semakin kesini semakin kecil. Namun kedalaman dari permukaan yang semakin sempit itu semakin dalam.
Organization Chart
            Sain dan tauhidullah terpilah pada cabang ilmu agama/humaniora, ilmu formal, dan ilmu empirical. Dari sana, berkembang terus berbagai cabangnya yang membuat ranting-ranting baru hingga kini terdapat lebih dari 650 cabang dan ranting bidang keilmuan lain,


BAB IV
Konsepsi Mujadalah
Tasdiq Tata Konstruksi Argumentasi
Pengertian Tasdiq
            Tasdiq (sintesis) disini ialah mengenai nisbat (hubungan) antara sesuatu (subjeck) terhadap sesuatu yang lain (predikat).

PSIKOLOGI DAKWAH

RESUME PSIKOLOGI DAKWAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Pskologi Dakwah


Oleh :

Dindin sehabudin ahmad

208 400 690

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2010

BAB 1

Pengertian Psikologi Dakwah

A. Pengertian Psikologi

Dalam lapangan ilmu pengetahuan, psikologi merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang tergolong dalam “empirikal secience”, yaitu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman manusia, walaupun pada awal perkembangannya berdasar filsafat yang bersifat spekulatif.

Psikologi menurut bahasa berasal dari kata yunani yang terdiri dari dua kata, psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi secara bahasa dapat berarti ‘ilmu jiwa’.

B. Pengertian Dakwah

Dakwah secara bahasa mempunyai makna yang bermacam-macam;

1. Nida yang berarti memanggil atau menyeru

2. Menegaskan atau membela, baik terhadap yang benar ataupun yang sala, yang positif ataupun yang negatif.

3. Suatu usaha berupa perkataan ataupun perbuata untuk menarik seseorang kepada aliran atau agama tertentu.

4. Doa (permohonan)

5. Meminta dan mengajak seperti ungkapan, da’a bi as-syai’ yang artinya meminta dihidangkan atau didatangkan makanan atau minuman.

C. Pengertain Psikologi Dakwah

Psikologi dakwah dapat didepinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam peroses kegiatan dakwah.

psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelejari tentang tingkah laku manusiayang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

D. Objek Pembahasan Psikologi Dakwah

Dalam kamus ilmiah, objek berarti sasaran, hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Objek merupakan syarat mutlak bagi suatu ilmu pengetahuan. Berdasarkan objek inilah ilmu pengetahuan menentukan langkah-lang kahnya lebih lanjut dalam pengkhususan masalahnya, atau objeknya yang akan membatasi masalah atau persoalannya. Secara otonom, psikologi dakwah mempunysi teoro dan perisif-perinsif dan sudut pandang khusus yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain.

E. Sejarah Perkembangan Psikologi dan Dakwah

1. Sejarah perkmbangan psikologi

Psikologi mengalami sejarah perkembangan yang terus miningkat, dari statusnya sebagai bagian dari pilsafat sampai menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dengan kelengkapan-kelengkapannya yang berupa sistem, metode, serta objek studi ilmiah.

Beberapa abad sebelum masehi, para ahli pikir Yunani dan Romawi telah berusaha mengetahui hidup kejiwaan manusia dengan cara-cara yang bersifat spekulatif. Pada zaman ini psikologi masih ada dalam ruang lingkup filsapat, para akhli menyebutkan filsapat rohani, karena mereka berusaha memahi jiwa melalui pemikiran filosofis dan merupakan bagian dari filsapat.

Sejak permulaan Abad XX, psikologi makin berkembang kearah pengkhususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia yang masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan satu dengan yang lainnya. Adapun pengkhususan tersebut dapat dibedakan dalam beberapa aliran sebagai berikut;

a. Psikoanalisis

suatu aliran yang berusaha mempelajari tentang peroses hidup tentang kejiwaan manusia dari asfek bawah sadar manusia.

b. Psikologi individual (Ilmu jiwa Pribadi)

Ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individuaalitas (pribadi).

c. Psikoanalitis

Suatu aliran ilmu jiwa yang berusaha mempelajari kehidupan manusia dari segi kesadaran dan ketidak sadaran.

2. Sejarah Perkembangan dakwah

a. Periode Sebelum Nabi Muhammad

Pada priode pertama, semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Isa.

b. Priode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddun

Sejarah dakwah Nabi Muhammad dapat dibagi dalam dua fase, fase Mekkah dan Fase Madinah. Fase mekkah dimulai semenjak Rasullulah menerima wahyu pertama di gua Hira, sedangkan pada fase Madinah dimulai ketika Nabi Muhammad menerima wahyu untuk berhijrah ke Madinah pada saat orang-orang Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhannad dan para pengikutnya.

c. Priode umayyah, ‘Abasiyyah, dan utmani

Priode ketiga adalah masa dinasti Umayyah, ‘Abasiyyah, dan utsmani. Priode ini dimulai dengan berdirinya Dinasti Bani Umayyah oleh Mu’awiyah bin abi Shafyan pada tahun keempat puluh Hijriyah hingga runtuhnya Dinasti Bani Utsmani pada tahun 1343 H/1924 M.

d. Priode Zaman Modern

Pada priode ini ada yang mengambil bentuk dakwah yang bermacam-macam, ada yang berdakwah secara personal, ada juga yang bergerak secara berklompok.

F. Pemikiran ke Arah Psikologi islam

Pembicaraan tentang jiwa (ruh) dalam islam sudah di mulai sejak munculnya pemikir-pemikir islam dipanggung islam. Dimulai dengan runtuhnya peradaban Yunani Romawi dan adanya gerakan penerjemahan, komentar serta adanya karya orisinal yang dilakukan oleh para pemikir islam terutama pada masa Daulah Abasiyyah, esensi pemikiran yunani diangkat dan diperkaya.disisi lain, para fisuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran Yunani dalam membahas nafs (jiwa), sehingga kubu fisafat islam diwakili oleh ibnu Rusyd terlibat perdebatan akademik berkepanjangan dengan Al-Ghazali. Dalam kuru waktu kurang lebih tujuh abad, nafs (jiwa) dibahas dalam dunia islam dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi.

Pembicaraan tentang nafs (jiwa) ini maka memungkinkan karena isalm sendiri telah memiliki konsef sendiri tentang manusia serta unsur-unsurnya, maka sangat wajar bala para pemikir muslim juga berbicara islam dan jiwanya.

G. Pemikiran ke Aarah Psikologi Dakwah

Psikologi Dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari psikologi islam, karena dalam psikologi dakwah, Al-Qur’an dan Hadis.perkembanganpun sejalan dengan perkembangan pemikiran psikologi dalam islam. Ilmu ini dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah.

Di Indonesia, ilmu ini dirintis oleh H. M Arifin sekitar tahun 1990. Menurut beliau, pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodelogi dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah membantu para Da’I dan para penerang agama memahami latar belakang hidup naluri manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk social. Dengan pemahaman tersebut para da;I akan mampu menghitungkan, mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif.

H. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu Lain

1. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi

2. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi

3. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu agama

4. Hubungan psikologi dakwah dengan patologi sosial

5. Hubungan psikologi dakwah dengan sosial

6. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual

7. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi sosial

BAB 2

Karakteristik Manusia Da’i dan Mad’u

A. Konsep Manusia Menurut Psikologi

Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi ada empat pendekatan yang paling dominan;

1. Psikonalisis sebuah aliran dalam psikologi yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo valens)

2. Behaviorisme aliran dalam psikologi yang mewmandang manusia sebagi makhluk yang digerakkan oleh lingkungan (homo mechanicus)

3. Psikologi kognitif aliran psikologi yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimul yang diterimanya (homo sapiens)

4. Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo ludens)

B. Konsep Manusia Menurut Islam

1. Hakikat manusia

2. Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia

3. Segi Positif dan Negatif Manusia

C. Mad’u (Objek Dakwah) dan Kondisinya

1. Manusia sebagai individu

2. Manusia sebagai anggota masyarakat (klompok)

a. Pengaruh budaya

b. Organisasi sosial

D. Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat

Islam sebagai agama yang unuversal sangat memerhatikan manusia sebagai individu, karena individu merupakan dasar bagi terciptanya masyarakat yang sejahtra, makmur, berkeadilan dan damai. Suatu masyarakat tidak akan sejahtra, damai, aman dan berkeadilan, jika tidak ditanamkan sedini mungkin makna dari nalai-nilai kekedamaian, keadilan dan kesejahtraan pada hakikatnya adalah komunitas yang terdidiri dari individu-individu yang hidup disuatu daerah yang mempunyai keinginan dan tujuan yang sama untuk saling memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

E. Da’i dan Kepribadiannya

1. Kepribadian yang bersifat rohaniah

a. Sifat-sifat Da’i

1. Beriman dan bertakwa kepada Allah

2. Ahli tobat

3. Ahli ibadah

4. Amanah dan shidq

5. Pandai bersyukur

6. Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi

7. Ramah dan penuh pengertian

8. Tawaddu (rendah hati)

9. Sederhana dan jujur

10. Tidak memiliki sifat egois

11. Sabar dan tawakal

12. Memiliki jiwa toleran

13. Sifat terbuka (demokrasi)

14. Tidak memiliki penyakit hati

b. Sikap seorang da’i

1. Berakhlak mulia

2. Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani

3. Disiplin dan bijaksana

4. Wara’ dan berwibawa

5. Berpandangan luas

6. Berpengetahuan yang cukup

c. Keperibadian yang bersifat jasmani

a. Sehat jasmani

b. Berpakaian sopan dan rapi

1. Kemampuan berkomunikasi

2. Pemberani

BAB 3

Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u

A. Motivasi Tingkah Laku

1. Pengertian dan Teori-teori tingkah laku

a. Sigmund Freun

Adalah seoarang seorang tokoh psikoanalis yang berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri). Semua prilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, yaitu;

1. Naluri kehidupan

2. Naluri kematian

b. Abraham Maslaw

Ia adalah seorang tokoh psikologi humanistik yang berpendapat, bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersipat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber geneses atau naluriah.

Kebutuhan-kebutuhan dalam teori maslaw adalah sebagai berikut;

1. Kebutuhan psikologis

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki

4. Kebutuhan akan penghargaan yang oleh Maslaw dikatagorikan dalam beberapa bagian, yakni;

a. Harga diri yang meliputi kebutuhan akan percaya diri, kompetisi, pengguasaan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan.

b. Penghargaan dari orang lain yang meliputi prestase, pengakuan, penerimaan, perhatian kedudukan dan nam baik.

5. Kebutuhan koognitif

6. Kebutuhan estetika

7. Kebutuhan aktulisasi

c. K. S. Lashley

K. S. Lashley dalam eksperimennya menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan sentral kearah rangsangan dari dalam dan dari luar yang pariasinya sangat konpleks, termasuk perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.

d. Fillmore H. Sandford

fillmore H. Sandford melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu organisme dan menggerakkannya pada suatu tujuan.

e. Foloyd L. Ruch

1. Motif memungkinkan pola rangsang dari luar diri manusia mengalahkan rangsangan lain yang menyainginya.

2. Motif dapat membuat seseorang terikat dalam suatu kegiatan tertentu, sehingga ia dapat menentukan objek atau situasi tertentu.

3. Motif dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksakan pekerjaan yang lebih berat.

2. Klasifikasi motif

a. Sartain

Sartain membagi motif menjadi dua golongan, yaitu; physiologikal drive ialah dorongan yang bersifat fisikologis, dan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).

b. Woodworth

Woodworth mengklasifikasikan motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) ialah motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan learned motives (motif-motif yang dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka.

3. Motif Dalam Al-Qur’an

a. Dorongan-dorongan psikologis

1. Dorongan untuk menjaga diri

2. Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis

a. Dorongan seksual

b. Dorongan keibuan

b. Dorongan-dorogan psikis

1. Dorongan untuk memiliki

2. Dorongan untuk memusuhi

3. Dorongan berkompetisi

B. Iteraksi Sosial

1. Pengertian interaksi social

Interaksi social diartikan suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih, dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain.

Adapun factor-faktor adanya interaksiosial;

a. Factor imitasi

b. Factor sugesti

c. Factor identifikasi

d. Factor simpati

2. Macam-macam interaksi sosial

Menurut R.F. bales dan Strodtbeck (1951), dapat dikatagorikan menjadi empat macam;

a. Tindakan integrative-ekspresif

b. Tindakan yang mengerakan kelompok kearah penyelesaian suatu problem yang dipilihnya.

c. Tindakan mengajukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti, dan jukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti,ipilihnya.yaitu;______________________________________________pendapat.

d. Tindakan integratife-ekspresif yang bersipat negative, yakni tingkah laku terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yang bersifat menghindar.

3. Interaksi sosial dalam proses Dakwah

Kegiatan dakwah adalah sebuah proses social dimana didalam setiap proses dakwah terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan dan mempengaruhi antara yang satu fakto dengan factor yang lainnya. Factor tersebut adalah;

a. Pelaksanaan Dakwah (Da’i)

b. Objek Dakwah (Mad’u)

c. Lingkungan Dakwah

d. Media Dakwah

e. Tujuan Dakwah

C. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi dan Peran Bahasa dalam Komunikasi

a. Rayimond S. Ross, mendepinisikan komunikasi sebagai proses teransaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambing secara koognitif begitu rupa sehiingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan apa yang dimaksud oleh sumber.

b. Dance dalam kerangka psikologi behaviorisme mendepinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambing-lambang verbal ketika lambing-lambang tersebut bertindak sebagai stimuli.

c. Colin cheery, berdasarkan pendekatan sosiologis mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagi kegiatan guna mencapai tujuan.

2. Peranan Tanggapan dalam komunikasi

Menurut Steward L. tubes, komunikasi dapat dikaitkan efektif apabila menimbulkan lima hal;

a. Pengertian

b. Kesenangan

c. Pengaruh pada sikap

d. Hubungan makin baik

e. Tindakan

3. Komunikasi dalam Proses Dakwah

Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu;

1. Penerimaan stimulus informasi

2. Pengolahan informasi

3. Penyimpanan informasi

4. Menghasilkan kembali informasi.

D. Leadership (kepeminpinan)

1. Pengertian leadership

a. George R. terry memberikan definisi kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dngan maksud untuk menyelesankan beberapa tujuan.

b. Odway tead berpendapat bahwa kepeminpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama untuk menuju kepada kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.

c. Lohn ptiffner menganggap kepeminpinan adalah suatu seni dalam mengoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.

2. Ciri-ciri Peminpin (leader)

Menurut Floyd Ruch sebagai berikut;

a. Structuring the situation

Tugas seorang Peminpin adalah memberikan setruktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya.

b. Controlling graup-behavior

Tugas seorang Peminpin adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok

c. Spokesman of the graup

Ralph M. stogdill dalam bukunya Personal pactor Associated with leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Menagement Theories and Prescription, menyatakan bahwa seorang peminpin harus memiliki beberapa kelebihan;

a. Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility

b. Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain

c. Tanggung jawab, saperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.

d. Parsitipasi, seperti akief, memiliki sisilibitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dam punya rasa humor.

e. Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi,yang cukup tinggi, popular, tenar.

3. Kepeminpinan dalam dakwah

Keepeminpinan dalam islam bukan hanya bukan hanyamerupakan suatu kedudukan yang harusdibanggakan, tetapi lebih merupakan suatu tanggung jawab dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah, karena itu, seorang peminpin harus memberikan suri tauladan yang baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Sedangkan peminpin dakwah adalah oaring yang dapat mengerakan orang lain yang ada disekitarnya untuk mengikutinya dalam mencapai tujuan dakwah.

BAB 4

Interaksi Tauhidiyah

A. Interaksi Tauhidiyah Da’i dengan Mad’u

1. Tauhid Rububiyyat

Istilah rububiyyah berasal dari kata “Rabb” yang dapat berarti memelihara, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan dan meminpin. Secara istilah, Tauhid rububuyyah adalah meyakini bahwa allah adala Sang Pencipta, sang pengatur, sang pemberi rizeki, dan sang pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.

2. Tauhid dalam Penciptaan (khaliqiyah)

Yang dimaksud dengan tauhid penciptaan ialah tidak adanya pencipta (khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini adalh Allah, dan tidak sekutu baginya.

3. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang harus disembah (al-Ma’bud), dan tidan selain- Nya yang patut disembah.

4. Tauhid Zat dan Sifat

Yang dimaksud tauhid Zat dan Sifat iyalah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamai-Nya.

B. Interaksi Tauhidiyyat; Halangan dan Rintangan

Seorang Da’i harus memahami bahwa resiko terbesar yang akan dihadapi adalah ketika ingin menanamkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi pondasi ajaran islam pada masyarakat jahiliyah (musyruk) dan pada masyarakat yang mempunyai tradisi yang menyalahi nilai-nilai ketauhidan secara turun temurun yang tidak mudah untuk meneruma akidah Tauhid, serta penguasa atau otoritas keagamaan yang tirani dan otoriter. Maka pada situasi seperti ini seorang Da’i harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin karena tidak menutup kemungkinan nyawa sebagai taruhannya

C. Keteladanan (Uswat) dalam Proses Dakwah

Akhlak yang mulia merupakan suatu yang mutlak dimiliki oleh seorang Da’i dalam mengemban misi menyeru manusia kepada kejalan Tuhan. Urgensi akhlak yang mulia bagi seorang juru dakwah adalah bahwa sebelum seorang Da’i menyampaikan meteri dakwahnya, pandangan Mad’u tertuju pada apa yang dituju dan apa yang didengar dari sifat dan karak ter pribadinya. Begitu juga dalam interaksi Da’I dan Mad’u, factor keperibadian Da’I sangat berpengaruh bahkan menetukan berhasil atau tidaknya materi dakwah yang akan disampaikan. Ketika seorang Da’i terjun kebidang dakwah, hakikatnya sejak itu pula Da’i tersebut telah menjadi milik masyarakat dalam arti luas.

D. Pendapat dan Sikap Da’i Terhadap Mad’u

Dakwa sebagai suatu aktifitas keagamaan (ibadah) bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang Da’i harus mempersiapkan diri secara keilmuan, mental ataupun sepiritual. Seorang Da’I juga harus melandaskan segala usahanya dalam mengajak seseorang kepada kebenaran dengan keikhlasan, dalam arti bahwa apa yang ia lakukan atas dasar karna Allah SWT. Sebagai panggilan Agama dan kewajiban yang harus diemban oleh setiap mukmin.

Setiap Da’I harus mengetahui bahwa dalam mengajak kepada kebaikan tidak selamanya akan berhasil dan todak akan diterima oleh setiap orang. Seorang Da’i akan berhadapan dengan seorang Mad’u yang memiliki keunikan , karakter dan keperibadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh paktor psikologis ataupun sosialkultural.

E. Problematika Dakwah; Sebuah Refleksi

Ajaran yang terkandung dalam Al-qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, jasmani maupun rohaniah, tentang dunia sekarang dan yang akan dating. Al-Qur’an memiliki ciri dan system dalam memaparkan ajaran-ajaran yang tergantung didalamnya;

a. Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap, baik dalam teori maupun implemeentasinya.

b. Tidak banyak memberikan perintah atau larangan.

c. Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu melalui gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.